Flashpacker Indonesia
Traveling yang gue banget!
Tulisan terkirim dikaitan (tagged) ‘pegunungan Alpen’
Menelusuri Jejak The Sound of Music
Diposkan dalam Kisah Perjalanan, tagged adventure, Alpen, Alpen mountains, Altstadt, Astari Yanuarti, Austria, backpack, backpacker, backpacking, Baron Georg Ritter von Trapp, berpergian, Christopher Plummer, Copenhagen, Danau Fuschl, Denmark, Do-Re-Mi, Edelweiss, Eropa, Euro, Europe, Festung Hohensalzburg, Festungbahn, flashpack, flashpacker, flashpacking, Fronburg Palace, Gatra, Hellbrunn Palace, jalan-jalan, Julie Andrews, Kisah Perjalanan, Lake Fuschl, Leopoldskron Palace, Leopoldskron Strasse, Maria von Trapp, melancong, Mirabell Palace, Mirabellplatz, Mirabellplatz 2, Mondsee Cathedral, Nonnberg Abbey, Oscar, Pegasus, pegunungan Alpen, pelancong, perjalanan, petualang, Petualangan, Rolf Gruber, Salzach River, Salzburg, Salzburg Festival, Salzburg Sightseeing Tours, Salzkammergut, Schloss Mirabell, So Long Farewell, St. Gilgen, Sungai Salzach, Tamasya, the sound of music, Trapp family singers, travel, traveling, Untersberg, Wisata, Wolfgang Amadeus Mozart pada Januari 29, 2009 |
2 Comments »

—Mozart, keindahan alam pegunungan, dan The Sound of Music selalu melekat pada Salzburg. Kota cantik ini bisa dijelajahi dengan berjalan kaki. ——
Deretan awan kelabu nyaris menutupi mentari pagi. Selarik
sinar surya mengilaukan ujung rerumputan halaman rumah mungil di
Leopoldskron Strasse 18, Salzburg, Austria. Tetes embun hampir beku
didera suhu nol derajat semalam.
Cuaca
pada 19 November lalu memang berbalik 180 derajat dari sehari sebelumnya
yang bermandikan matahari. Namun mendung tak sanggup menyurutkan
semangat menjelajahi kota berpenduduk 150.000 jiwa yang berada di utara
Pegunungan Alpen itu.
Maklum,
agenda hari terakhir ini sudah menjadi impian terpendam selama satu
dekade: menelusuri jejak pembuatan film The Sound of Music. Keindahan
alam pegunungan, bangunan kuno, danau, hingga jalan-jalan pedesaan dalam
film musikal peraih lima Piala Oscar pada 1965 itu sempat menyihir
puluhan juta penggemarnya di seluruh dunia, termasuk saya.
Sebagai
penyuka kisah pasangan Baron Georg Ritter von Trapp dan Maria von
Trapp, sejak awal saya mencantumkan Salzburg dalam daftar rencana
perjalanan backpacker ke Eropa. Sebentar lagi saya akan menjadi bagian
angka statistik 300.000-an per tahun peserta tur film legendaris yang
dibintangi Julie Andrews dan Christopher Plummer itu.
Usai
mengepak tas punggung, saya bergegas membuka pintu keluar rumah Alberto
Polimeni, teman yang memberi tumpangan gratis selama tiga hari. “Semoga
hari ini berjalan indah, sehingga tur impianmu berkesan dalam,” ucap
Alberto, sebelum kami mengucapkan salam perpisahan. Sebab, usai
menjalani tur ini, perjalanan saya berlanjut ke destinasi berikutnya,
Copenhagen, Denmark.
Tepat
pukul 09.00, mobil penjemput dari Salzburg Sighseeing Tours tiba. Biro
perjalanan ini membuka tur The Sound of Music sejak 43 tahun lalu
berbekal pengalaman sebagai penyedia transportasi dalam pembuatan film
itu.
Menurut buku panduan
wisata, tur ini dilakukan dua kali sehari, pukul 09.30 dan pukul 14.00.
Harga tiket dewasa 37 Euro untuk perjalanan selama empat jam
mengelilingi beberapa lokasi di Salzburg dan Salzkammergut. Saya
memilih membeli tiket tur karena lebih hemat dan praktis daripada jalan
sendirian. Apalagi saya sudah berjalan kaki menelusuri aneka sudut kota
selama dua hari pertama.

Schloss Mirabell
Karena
musim dingin, tak semua bunga bermekaran. Hanya mawar dan krokus yang
mengembang. Tak satu pun kuncup tulip mekar. Toh, taman ini tetap sedap
dipandang karena ditata dengan indah. Ada patung Pegasus (kuda bersayap
dalam mitologi Yunani) di tengah air mancur.
Pada
saat melihat Pegasus, seketika terbayang adegan lincah Maria bersama
tujuh anak-anak Baron von Trapp menyanyikan lagu Do-Re-Mi. Sambil
menari-nari mengelilingi Pegasus dan ke segala penjuru taman, Maria
mengajarkan pada Liesl dan enam adiknya tangga nada dengan lirik refrain
yang menggelitik.
“Doe, a deer, a female
deer. Ray, a drop of golden sun. Me, a name I call myself. Far, a long
long way to run. Sew, a needle pulling thread. La, a note to follow sew.
Tea, I drink with jam and bread. That will bring us back to do.” Selain
karena keindahannya (terutama ketika musim panas), adegan tadi membuat
taman yang terletak di belakang Mirabell Palace itu wajib dikunjungi
pencinta The Sound of Music.

Festung Hohensalzburg
Festung Hohensalzburg termasuk lokasi yang wajib dikunjungi di Salzburg.
Harga tiket masuknya hanya 7 euro. Tersedia pilihan naik ke benteng
dengan kereta atau berjalan mendaki 15 menit. Karena ukurannya yang
superluas dan terletak di atas bukit, siapkan tenaga ekstra. Sehari
sebelumnya, saya menghabiskan waktu setengah hari untuk mengelilinginya.
Di
dalam benteng ada titik paling tinggi yang boleh dinaiki pengunjung.
Dari atap tertinggi ini, kita bisa melihat kecantikan Salzburg dengan
sudut 360 derajat. Dua bukit hijau tersembul di antara deretan bangunan
kuno abad ke-15 berarsitektur barok (kubah) dan alur-mengular Sungai
Salzach yang membelah kota. Di sisi selatan terlihat deretan Pegunungan
Alpen. Puncak terdekat, yaitu Untersberg (1.972 meter), terlihat menawan
dengan pucuk selimut salju.

Kota Salzburg yang cantik dilihat dari Festung Hohensalzburg
Puas
menikmati keindahan Schloss Mirabell, saya kembali ke kantor Salzburg
Sighseeing Tours. Empat peserta tur menyusuri lokasi-lokasi syuting The
Sound of Music lainnya sudah berkumpul. Karena hanya berlima, kami naik
mobil. Sedangkan puluhan peserta tur keliling kota Salzburg naik bus.
Kebetulan
semua peserta tur The Sound of Music kali ini perempuan dari
negara-negara Asia. Termasuk pengemudi mobil sekaligus pemandu tur,
yaitu Sonja (hanya saja, Sonja asli Austria).
Tujuan
pertama kami adalah Villa Trapp, yang terletak di kawasan Aigen. Rumah
bergaya barok bercat kuning dengan halaman amat luas ini adalah kediaman
asli keluarga Baron von Trapp (The Sound of Music adalah film adaptasi
dari memoar Maria von Trapp berjudul The Story of the Trapp Family
Singers).

Rumah Asli dari Keluarga von Trapp

Gazebo berdinding kaca tempat Liesl bertemu Rolf Gruber dan menanyikan lagu Sixteen Going to Seventeen
Selanjutnya,
rombongan mengarah ke selatan, menuju Hellbrunn Palace. Di halaman
istana ini, diletakkan gazebo berdinding kaca, tempat Liesl bertemu
dengan Rolf Gruber dan menanyikan lagu Sixteen Going to Seventeen.
Sayang, pintu gazebo terkunci rapat. “Karena sudah ada beberapa kasus
pengunjung yang terpeleset ketika meniru adegan melompat-lompat tempat
duduk di gazebo,” kata Sonja.
Rute
ketiga, melihat dua lokasi yang digabung menjadi rumah Von Trapp dalam
film. Tampilan depan rumah Von Trapp berbeda dari tampilan belakang. Di
sisi muka, kru film memakai Fronburg Palace yang terletak tak jauh dari
Hellbrunn. Sedangkan untuk fasad belakang, mereka menggunakan
Leopoldskron Palace, rumah megah di pinggir danau. Nah, syuting adegan di dalam rumah dilakukan di Studio 20th Century Fox di Los Angeles. Ooo… ternyata begitu, ya.
Setelah melewati
kawasan Biara Nonnberg Abbey, tempat tinggal Maria sebelum bekerja di
rumah Von Trapp, kami memulai perjalanan panjang menyusuri kawasan
pedesaan Distrik Salzburg. Walau disertai gerimis, pemandangan
perbukitan hijau, ladang rumput, dan rumah-rumah pedesaan dengan warna
mencolok tetap mengundang decak kagum.
Jalan naik-turun dan berbelak-belok pun tak terasa, karena Sonja jago menyetir. Masih
ditambah sajian lagu-lagu dalam The Sound of Music yang sebagian besar
sudah kami hafal. Alhasil, sepanjang perjalanan sekitar satu jam ini
riuh dengan kor menyanyikan The Sound of Music, Do-Re-Mi, Edelweiss,
hingga So Long Farewell.
Pada saat melewati Danau Fuschl menuju ke arah Desa St. Gilgen, Sonja memperlambat laju kendaraan. Kawasan
pegunungan dengan danau indah ini tampil sebagai pembuka film, dengan
pengambilan gambar dari udara. Sebenarnya saya ingin berhenti sejenak di
salah satu pebukitan di Distrik Salzkammergut ini, untuk menikmati
pemandangan, sekaligus bergaya ala Maria von Trapp lengkap dengan baju
tradisional ala pedesaan Austria.
Namun
keinginan itu tak dikabulkan Sonja. Selain karena gerimis, udara di luar
juga menggigit tulang. “Kalau musim panas, boleh. Kalau sekarang, kamu
bisa membeku di luar sana,” tutur Sonja. Meski bisa memahami alasan itu,
tetap saja ada sedikit sesal di hati.
Sonja
menambahkan, bergaya ala Maria von Trapp memang banyak dilakukan peserta
tur pada musim panas, puncak wisatawan datang ke Salzburg. Setiap
tahun, Salzburg dikunjungi 6,5 juta turis. Mereka datang dengan aneka
alasan. Mulai dengan napak tilas kehidupan musikus ternama Wolfgang
Amadeus Mozart yang asli Salzburg, menikmati pertunjukan musik tahunan
Salzburg Festival, berjalan menyusuri kota tua (Altstadt), hingga ikut
tur The Sound of Music.

"I do", kata Maria von Trapp
Sebelum
kembali ke Salzburg, kami berjalan kaki menyusuri kota kecil Mondsee
sembari mencari tempat rehat minum kopi. Setelah mengisi perut dengan
aneka kue tradisional Austria, kami pulang melalui rute berbeda dengan
pemandangan sama indah. Meski puas, tekad untuk kembali datang di musim
panas tertanam di dada.
Astari Yanuarti (Salzburg)
Catatan : Artikel ini pernah dimuat di Gatra No 11/XV, 22-28 Januari 2009
Catatan : Artikel ini pernah dimuat di Gatra No 11/XV, 22-28 Januari 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar